Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kita pernah melontarkan lelucon kepada teman, keluarga, dan sebagainya. Namun, ternyata terdapat beberapa lelucon yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman kepada orang yang mendengarnya. Salah satunya adalah rape jokes atau lelucon pemerkosaan.
Apa itu rape jokes?
Rape jokes adalah lelucon yang mengarah kepada anggota tubuh seseorang yang bersifat merendahkan, melecehkan, dan tidak sepantasnya untuk dianggap lucu. Di Indonesia, rape jokes dianggap wajar. Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan, baik melalui kontak fisik maupun nonfisik yang sasarannya adalah bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Jadi, pelecehan seksual tidak hanya bisa dilakukan secara fisik, tetapi bisa juga secara non fisik atau disebut juga pelecehan verbal dan salah satu contohnya adalah dengan melontarkan rape jokes. Apabila rape jokes dinormalisasi, maka akan mucul sebuah rape culture di mana dalam masyarakat terdapat kepercayaan sosial, sikap, dan moral yang menormalkan kekerasan seksual. Ini akan mendorong orang-orang untuk mengasosiasikan seks dengan kekerasan dan meminimalkan keseriusan dari bahaya kekerasan seksual.
Bagaimana rape jokes bisa muncul?
Menurut 11th Principle Consent, terdapat piramida budaya pemerkosaan di mana rape jokes berada di level paling bawah. Hal ini berarti rape jokes adalah salah satu bentuk normalisasi dari tindak pelecehan sehingga muncul peluang tindakan tersebut terjadi di masyarakat. Ini karena hal tersebut sudah dianggap ‘lumrah’ dan menjadi bahan tertawaan.
Rape jokes seringkali ditemukan di media sosial. Data dari adv.kompas.id menyatakan bahwa sebanyak 60% perempuan di 22 negara mengalami Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). (Baca lebih lanjut di sini: Kekerasan Berbasis Gender: Definisi dan Jenis-jenisnya)