Laporan Survei Independen: Bullyid Indonesia

Bullyid Indonesia Luncurkan Survei Penyebaran Konten Intim Non-konsensual

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP) masih berlangsung. Sejak tanggal 25 November, Bullyid Indonesia telah mengadakan kampanye ReThink untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya mencegah dan menangani Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Untuk memulai kampanye ini, Bullyid mengadakan survei mengenai salah satu bentuk KBGO, yaitu penyebaran konten intim non-konsensual atau yang biasa dikenal sebagai revenge porn. Penyebaran konten intim yang dimaksud dapat berupa foto atau video anggota tubuh seperti dada, bokong, atau alat kelamin—dengan atau tanpa busana.  Merekam kegiatan pribadi—misalnya berganti pakaian, mandi, atau berhubungan seksual—juga termasuk.

Survei yang dilakukan Bullyid Indonesia diikuti oleh 252 responden berusia 18 tahun ke atas dari seluruh Indonesia yang 94,8% di antaranya adalah perempuan. Survei tersebut menanyakan aktivitas dan interaksi dalam ranah online terkait konten intim non-konsensual, jenis konten intim yang dibagikan, motif pengambilan konten intim, upaya menghentikan dan melaporkan penyebaran konten intim, serta usaha edukasi mengenai penyebaran konten intim non-konsensual. Secara umum, sebanyak 99,2% responden pernah menemukan konten intim di dunia maya. Konten intim yang muncul biasanya menampilkan pakaian dalam (68,2%), potret cermin/mirror shot (44%), atau pakaian renang (42,5%). Saat menerima konten tersebut dari orang lain, responden merasa terkejut (78,8%), jijik (34,5%), dan marah (16,7%).

Selain terpapar konten intim orang lain di internet, responden juga pernah terlibat dalam penyebaran konten intim non-konsensual. Sebanyak 54% dari responden pernah memperoleh konten intim dari orang yang mereka tidak kenal. Lebih lanjut, dalam hubungan pacaran salah satu pasangan kerap menjadi korban dalam pemberian konten intim, baik secara sukarela (91,3%) maupun secara terpaksa (90,9%). Sebagian besar responden memberikan konten intim karena diminta (84,5%), tetapi sejumlah 10,7% melakukannya karena terpaksa. Mirisnya, sejumlah 49,6% partisipan melaporkan bahwa seseorang pernah merekam konten intim mereka tanpa izin. Dari pengambilan tanpa izin tersebut, 47,2% responden tahu bahwa konten intim mereka dibagikan kepada orang lain dan 40,1% responden menemukan bahwa konten intim mereka diunggah ke dunia maya—semua tanpa persetujuan mereka.

Penyebaran konten intim non-konsensual di dunia maya dapat dilaporkan kepada situs atau aplikasi online yang menjadi sarang konten tersebut, misalnya Telegram (69,4%), WhatsApp (63,1%), atau Facebook Messenger (55,6%). Namun, responden cenderung tidak melaporkan konten-konten tersebut (60,3%). Mereka juga cenderung tidak melaporkannya kepada pihak kepolisian (74,9%). Di sisi lain, pendidikan seksualitas dan literasi digital dapat meningkatkan pengetahuan mengenai konten intim non-konsensual. Sebagian responden telah memperoleh pendidikan seksualitas dan literasi digital dari berbagai sumber, misalnya pendidikan di sekolah (47,4% dan 37,8%), orang tua (36,7% dan 31,5%), dan media sosial (18,3%). Sebaliknya, terdapat 17,1% dari responden yang belum pernah mendapatkan pendidikan seksualitas dan literasi digital.

Dari survei yang telah Bullyid Indonesia lakukan, dapat terlihat bahwa penyebaran konten intim non-konsensual adalah fenomena yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Walaupun kesadaran mengenai KBGO ini telah ditemukan melalui adanya tindakan edukasi dan pelaporan, masih banyak yang bisa dilakukan untuk menghentikan penyebaran konten intim non-konsensual. Maka dari itu, Bullyid Indonesia serta beragam organisasi, instansi pemerintahan, dan pemangku kepentingan lainnya terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran akan berbagai kekerasan yang terjadi di ranah online.

Untuk membaca lebih lengkap hasil penelitian dan rekomendasi Bullyid Indonesia berdasarkan penelitian ini, silahkan akses PDF dibawah ini.