Apa itu Doxing : Pengertian, Jenis, Contoh Kasus, dan Landasan Hukum

DoxingIlustrasi

Perkembangan industri digital dan revolusi 4.0 telah menempatkan internet sebagai sumber utama informasi. Namun, kemudahan akses dan penyebaran informasi melalui internet juga membawa tantangan baru terkait pengelolaan dan perlindungan data pribadi. Salah satu fenomena yang muncul adalah doxing, yaitu tindakan mengungkapkan informasi pribadi seseorang secara daring dengan tujuan merusak reputasi atau kredibilitas mereka. Artikel ini mengeksplorasi permasalahan doxing di Indonesia dan luar negeri, serta perbandingan regulasi hukum yang ada. Artikel ini juga menganalisis dampak doxing serta upaya perlindungan privasi yang diperlukan dalam lingkungan daring.

Pengertian Doxing

Doxing adalah tindakan mengungkapkan dokumen pribadi di depan umum yang merupakan bagian dari aksi protes, lelucon, atau tindakan main hakim sendiri. Doxing biasanya dilakukan dengan niat untuk mempermalukan orang lain dengan cara mengumpulkan beragam informasi tentang orang tersebut. Para peneliti mengidentifikasi tiga jenis doxing yang dapat merugikan individu secara berbeda, yaitu:

  1. De-anonimisasi: Jenis doxing ini melibatkan pengungkapan identitas seseorang yang sebelumnya anonim. Misalnya, seseorang yang menggunakan nama samaran atau identitas daring untuk menjaga privasi mereka dapat menjadi target doxing, di mana identitas asli mereka diungkapkan secara daring.
  2. Pembedahan Informasi Pribadi: Doxing juga dapat melibatkan pengungkapan informasi pribadi dan rahasia seseorang yang memungkinkan orang lain untuk menemukan atau menghubungi mereka secara fisik. Informasi ini bisa mencakup alamat rumah, nomor telepon, alamat email, atau informasi lainnya yang sebelumnya tidak diketahui publik.
  3. Penghinaan dan Mempermalukan: Jenis doxing ini melibatkan menyebarkan informasi pribadi seseorang dengan tujuan untuk merusak reputasi mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan memposting informasi palsu atau memutarbalikkan fakta untuk menjelek-jelekkan seseorang. Contohnya adalah mempublikasikan gambar atau video seksual eksplisit seseorang bersama dengan informasi pribadi mereka di situs-situs khusus, yang dapat menyebabkan kehancuran reputasi dan pemerkosaan privasi korban.
    Contoh Kasus Doxing di Indonesia

Salah satu kasus doxing yang terjadi di Indonesia adalah serangan doxing yang dialami Cakra, seorang jurnalis, sehari setelah artikel Cek Fakta yang ditulis terkait politikus PDIP Arteria Dahlan (https://liputan6.com). Artikel yang berjudul “Cek Fakta: Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar” dan diunggah 10 September 2020 itu, mengonfirmasi adanya kabar bahwa Arteria Dahlan merupakan cucu pendiri PKI di Sumatera Barat. Sebenarnya, di dalam judul sudah jelas tertulis bahwa kabar tersebut tidak benar. Namun, nyatanya hal itu tetap mengundang kemarahan sejumlah pihak hingga tanggal 11 September 2020 sekitar pukul 18.20 ditemukan akun Instagram @‌d34th.5kull yang mengunggah foto Cakra tanpa izin (Balqis & Monggilo, 2023).

Selain mengunggah foto Cakra tanpa izin dengan disertai narasi-narasi provokatif, akun-akun pelaku doxing di atas juga menyebarkan identitas pribadi Cakra, mulai akun-akun media sosial, alamat e-mail, nama kampus almamater, hingga alamat rumah. Bahkan dari pernyataan resmi Liputan6  disebutkan bahwa foto keluarga, termasuk foto anak korban yang masih bayi juga turut disebarkan (Pernyataan https://liputan6.com soal Doxing, 2020). Padahal saat doxing terjadi, akun-akun media sosial Cakra sudah dalam kondisi privat. Selain diunggah melalui Instagram, data-data pribadi Cakra juga disebarkan lewat Telegram. Tak hanya menyebarkan data pribadi, para pelaku juga diketahui menyerang reputasi dan kredibilitas Cakra sebagai jurnalis. Cakra mengaku bahwa ada foto-fotonya di media sosial yang disebarkan dengan dibumbui narasi-narasi yang mengarah ke body shaming, seperti “kurus” dan sejenisnya. Menurut keterangan Cakra, pelaku juga menyerang kredibilitas Liputan6 sebagai suatu institusi dengan mengunggah foto hasil suntingan mengenai media tersebut dengan teks bernada menjatuhkan.

Contoh Kasus Doxing di Negara Lain

Kasus Ashley Madison adalah salah satu contoh yang menunjukkan bagaimana doxing dapat memiliki dampak yang merusak bagi individu dan perusahaan. Ashley Madison adalah situs kencan daring yang dikenal karena menyediakan platform bagi orang yang ingin menjalin hubungan selingkuh atau tanpa komitmen. Pada tahun 2015, sebuah kelompok peretas yang menyebut diri mereka Impact Team mengklaim telah meretas sistem keamanan Ashley Madison dan mengakses data pribadi dari jutaan pengguna situs tersebut. Kelompok ini mengancam untuk merilis data tersebut ke publik kecuali manajemen Ashley Madison menutup situs dan situs terkait lainnya. Ketika tuntutan mereka tidak dipenuhi, Impact Team mempublikasikan sebagian besar data pengguna Ashley Madison secara daring. Data tersebut meliputi informasi pribadi seperti nama pengguna, alamat email, alamat rumah, preferensi seksual, dan bahkan data kartu kredit.

Dampak dari doxing Ashley Madison sangat merusak. Banyak individu yang terlibat dalam situs tersebut mengalami penghinaan, rasa malu, dan kerugian reputasi yang serius. Beberapa dari mereka bahkan menjadi sasaran pelecehan verbal atau ancaman fisik dari orang-orang yang mengetahui keikutsertaan mereka dalam situs tersebut. Selain dampak psikologis pada individu, kasus ini juga menggambarkan kerugian besar bagi perusahaan. Imej dan reputasi Ashley Madison sebagai platform kencan yang rahasia hancur, dan kepercayaan pengguna terhadap keamanan data mereka terganggu. Akibatnya, Ashley Madison mengalami kerugian finansial yang signifikan dan dihadapkan pada gugatan hukum dari para korban doxing.

Kasus Ashley Madison menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi pengguna dan tanggung jawab perusahaan dalam menjaga keamanan informasi sensitif. Ini juga menunjukkan bagaimana doxing dapat memiliki konsekuensi serius yang melampaui kerugian finansial dan reputasi, dan dapat menyebabkan penderitaan emosional dan bahkan keamanan fisik bagi individu yang terkena dampaknya. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan yang tegas baik dari segi hukum maupun teknologi untuk mencegah dan menanggulangi praktik doxing dalam lingkungan daring.

Perbedaan Beberapa Regulasi Mengenai Doxing Di Beberapa Negara

Doxing telah menjadi perhatian yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir. Dalam beberapa negara, doxing diatur dengan undang-undang yang berbeda-beda. Berikut adalah perbandingan regulasi doxing di Indonesia dengan beberapa negara lainnya:

Indonesia

Di Indonesia, doxing diatur dalam Pasal 27 Ayat (4) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jika informasi yang disebarluaskan merupakan informasi kartu identitas, informasi tersebut dilindungi dengan UU NO. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Publik Pasal 58 yang berbunyi, “Barang siapa yang menyebarluaskan data kependudukan, maka akan terkena sanksi pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 25 juta.”

Inggris

Di Inggris, beberapa undang-undang mungkin memberikan beberapa ganti rugi, seperti UU Perlindungan dari Pelecehan dan UU Komunikasi Berbahaya. Korban doxing mungkin bisa mendapatkan postingan yang berisi informasi pribadi mereka dihapus berdasarkan Undang-Undang Keamanan Online Inggris yang baru.

Australia

Di Australia, doxing dapat diatur berdasarkan Undang-Undang KUHP. Beberapa undang-undang memberikan beberapa ganti rugi, seperti UU Perlindungan dari Pelecehan dan UU Komunikasi Berbahaya. Berdasarkan Undang-Undang yang berlaku di Australia, dapat memberikan perlindungan dengan cara menghapus postingan yang berisi informasi pribadi dari para korban doxing.

Afrika Selatan

Di Afrika Selatan, seseorang dapat dianggap melakukan pelanggaran doxing berdasarkan Undang-Undang Kejahatan Dunia Maya atau Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi.

Uni Eropa

Di Uni Eropa, tidak ada undang-undang khusus mengenai doxing, namun mungkin termasuk dalam GDPR dan usulan Petunjuk untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Selandia Baru

Di Selandia Baru, pelanggaran tersebut kemungkinan besar akan termasuk dalam Undang-Undang Komunikasi Digital yang Berbahaya.

Nigeria

Di Nigeria, perlindungan terhadap doxing mungkin termasuk dalam hak privasi berdasarkan Konstitusi Nigeria.

Amerika Serikat

Di California, KUHP California mengkriminalisasi pengungkapan informasi pribadi, dan KUHP Virginia di negara bagian Virginia, AS mungkin mengatur pelanggaran serupa. Di negara bagian Texas, AS, badan legislatif Texas mengesahkan undang-undang pada tahun 2023 yang melarang pengungkapan alamat tempat tinggal atau nomor telepon berdasarkan KUHP Texas.

Perbandingan regulasi doxing di Indonesia dengan beberapa negara lainnya menunjukkan bahwa setiap negara memiliki undang-undang yang berbeda-beda dalam mengatur doxing. Indonesia memiliki undang-undang yang spesifik untuk mengatur doxing, seperti Pasal 27 Ayat (4) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Negara lain seperti Inggris, Australia, Afrika Selatan, Uni Eropa, Selandia Baru, Nigeria, dan Amerika Serikat memiliki undang-undang yang berbeda-beda dalam mengatur doxing, seperti UU Perlindungan dari Pelecehan, Undang-Undang KUHP, Undang-Undang Kejahatan Dunia Maya, Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi, GDPR, dan Undang-Undang Komunikasi Digital yang Berbahaya.

Kesimpulan

Perkembangan industri digital, khususnya dalam era revolusi 4.0, telah menempatkan internet sebagai salah satu sumber utama informasi. Namun, dengan kemudahan akses dan penyebaran informasi, muncul pula tantangan baru terkait pengelolaan dan perlindungan data pribadi. Fenomena doxing menjadi salah satu contoh yang menunjukkan bagaimana penyalahgunaan informasi pribadi dapat merugikan individu secara serius.

Doxing, yang merupakan tindakan mengungkapkan informasi pribadi seseorang secara daring dengan tujuan merusak reputasi atau kredibilitas mereka, memiliki dampak yang luas. Kasus-kasus doxing seperti yang terjadi di Indonesia dan negara lain menunjukkan bagaimana korban doxing dapat mengalami tidak hanya kerugian psikologis, tetapi juga dampak sosial, finansial, dan bahkan keamanan fisik. Perbandingan regulasi doxing di beberapa negara menunjukkan keragaman pendekatan hukum dalam menangani masalah ini. Indonesia telah memiliki undang-undang yang spesifik untuk mengatur doxing, sementara negara lain mengandalkan undang-undang yang sudah ada atau berbagai peraturan terkait privasi dan kejahatan daring.